Senin, 05 November 2012

RADIX CHICKEN HOUSE HPA


KOMITMEN HPA INDONESIA -HALALAN THOYYIBAN NETWORK-


Alhamdulillah HPA sudah banyak dikenal oleh masyarakat muslim Indonesia. sejak tahun 2000 HPA dengan eksistensinya dalam memasarkan produk muslim yang HALAL & THAYYIB juga ikut serta memasyarakatkan konsep Thibbun Nabawi/Kedokteran Islam di bumi Indonesia ini dengan harapan yang sangat mulia demi terciptanya masyarakat muslim yang SEHAT, SELAMAT, SMART dan SEJAHTERA.
Untuk saat ini umat islam sudah bisa mengakses informasi seputar HPA Indonesia di website resminya www.hpaindonesia.net

Sekilas Tentang HPA Indonesia
 
PT Herba Penawar Alwahida Indonesia
Motto : Produk Halal Tanggung Jawab Bersama
Visi :
  1. Menjadi perusahaan jaringan pemasaran papan atas kebanggaan Ummat
  2. Menjadi wadah perjuangan penyediaan Produk Halal bagi ummat Islam
  3. Menghasilkan pengusaha-pengusaha muslim yang dapat dibanggakan, baik sebagai pemasar, pembangun jaringan maupun produsen
Misi :
Menjadi Referensi Utama Produk Halalan Thayyiban
Alamat :
Komplek DDN Curug no. 49 Pondok Kelapa Jakarta 12035
Telp :  (021) 869 07160   Fax : (021) 869 07161

Dewan Syariah HPAI :
  • DR Mawardi M. Saleh
Susunan Pengurus :
  • Ust. H. Muslim M. Yatim, Lc (Komisaris Utama)
  • Erwin Chandra Kelana (Komisaris)
  • H. Agung Yulianto, SE, Ak. M.Kom (Direktur Utama)
  • H. Rofik Hananto, SE (Direktur)
  • Supriyono (Direktur)


PENGERTIAN HALAL DAN THAYYIB part 1

Pengertian halal
Dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfadh al-Qur’an al-Karim, al-Raghib al-Isfahani mengatakan bahwa kata halal, secara etimologi berasal dari kata halla-yahullu-hallan wa halalan wa hulalan yang berarti melepaskan, menguraikan, membubarkan, memecahkan, membebaskan dan membolehkan. Sedangkan secara terminologi, kata halal mempunyai arti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi.
Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat menjelaskan bahwa pada dasarnya, kata halal merujuk kepada dua arti. Pertama, kebolehan menggunakan benda-benda atau apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani seperti makanan, minuman dan obat-obatan. Kedua, kebolehan memanfaatkan, memakan, meminum dan mengerjakan sesuatu yang semuanya ditentukan berdasarkan ketetapan nash.
Dalam al-Qur’an, kata halal disebutkan untuk menjelaskan beberapa permasalahan seperti masalah muamalah, kekeluargaan, perkawinan dan terkait dengan masalah makanan ataupun rezeki. Namun demikian, kata halal tersebut lebih banyak digunakan dalam menerangkan masalah makanan, minuman dan rezeki. Keterangan tersebut antara lain kita dapati dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 4-5, 87-88, dan 96, Surah an-Nisa: 160, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 69, Surah an-Nahl: 114, Surah at-Tahrim: 1, dan Surah al-Hajj: 30.

Pengertian thayyib (baik)
Kata thayyib  menurut al-Isfahani, menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata ini adalah thayyibât yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-thayyib-thayyibah dengan beberapa makna, yaitu: zaka wa thahara (suci dan bersih), jada wa hasuna (baik dan elok), ladzdza (enak), dan halal (halal).
Menurut al-Isfahani, pada dasarnya, kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa, atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Sedangkan Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab Majmu’ Fatawa bahwa yang dimaksud dengan thayyib adalah yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan akhlak manusia. Menurutnya, lawan dari kata thayyib ini adalah khabits (bentuk jamaknya khabaits) yaitu sesuatu yang menjijikkan dan dapat merusak fisik, psikis, akal dan akhlak seseorang.
Dalam al-Qur’an, kata thayyib ini disebutkan beberapa kali dalam bentuk yang berbeda. Terkait dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan diawali kata halalan dalam bentuk mufrad mudzakkar (laki-laki tunggal) sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal sebagaimana yang terdapat dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 88, Surah al-Anfal: 69, dan Surah an-Nahl: 114.
Sedangkan yang tidak ada kaitannya dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyibah dalam bentuk mufrad muannats (perempuan tunggal) pada sembilan tempat, yaitu pada Surah Aal Imran: 38, Surah at-Taubah: 72, Surah Yunus: 22, Surah Ibrahim: 24 (dalam ayat ini disebut dua kali), Surah an-Nahl: 97, Surah an-Nur: 61, Surah Saba: 15, dan Surah ash-Shaff: 12. Dan sebanyak dua kali dalam bentuk mufrad mudzakkar yaitu pada Surah an-Nisa: 43 dan Surah al-Maidah: 6.
Di samping itu, dalam bentuk jamaknya (thayyibat), kata ini disebutkan sebanyak sepuluh kali dengan merujuk pada empat pengertian yaitu; sifat makanan, sifat usaha atau rezeki, sifat perhiasan dan sifat perempuan. Seperti yang terdapat pada Surah al-Maidah: 4-5, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 26, Surah Yunus: 93, Surah an-Nahl: 72, Surah al-Isra: 70, Surah al-Mu’minun: 51, Surah Ghafir: 64 dan Surah al-Jatsiyah: 16.


sumber : http://www.majalahgontor.net/index.php?option=com_content&view=article&id=435:konsep-halalan-thayyiban-dalam-makanan&catid=67:dirasah&Itemid=129 

HADITS HALAL DAN HARAM

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث  :
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Catatan :
·    Hadits ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata : Islam itu berputar dalam empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat .
2.     Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3.     Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
4.     Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
5.     Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6.     Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7.     Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana.
8.     Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

dikutip dari http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09/hadits-6-dalil-haram-dan-halal-telah-jelas/